Samarinda – “Kami serahkan pada proses hukum,” ujar Ketua Badan Kehormatan DPRD Kalimantan Timur, Subandi, menanggapi penahanan anggota DPRD Kaltim berinisial KMR terkait dugaan korupsi proyek fiktif di lingkungan PT Telkom. Pernyataan itu mencerminkan sikap kehati-hatian BK dalam menyikapi kasus yang ditangani oleh aparat penegak hukum.
Subandi menyatakan bahwa kewenangan BK terbatas pada penindakan pelanggaran etika. Oleh karena itu, tindakan terhadap KMR akan menunggu hingga pengadilan menetapkan putusan inkrah. Ia menegaskan, kasus ini telah menjadi ranah hukum pidana dan sepenuhnya ditangani oleh Kejati DKI Jakarta.
“Karena ini sudah masuk wilayah hukum pidana berat, maka kita menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap untuk menindaklanjuti secara etik,” ujar Subandi. Ia menambahkan, asas praduga tak bersalah harus tetap dijunjung selama proses hukum berlangsung.
KMR, yang merupakan legislator dari Dapil Balikpapan dan kader Partai NasDem, menjadi salah satu dari sembilan tersangka dalam kasus proyek pengadaan fiktif yang terjadi di PT Telkom dan anak usahanya pada periode 2016–2018. Penahanan terhadap delapan tersangka dilakukan sejak Rabu (7/5/2025), sedangkan satu tersangka lainnya dikenakan tahanan kota karena kondisi kesehatan.
Proyek senilai Rp 431,7 miliar tersebut melibatkan sembilan perusahaan yang ternyata tidak pernah merealisasikan pekerjaan apa pun. KMR diduga mengendalikan dua dari perusahaan tersebut, yaitu PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa, yang kemudian dikaitkan dengan penyimpangan dalam proses pengadaan.
Juru bicara Kejaksaan Agung, Harli Siregar, membenarkan bahwa kasus ini tengah diselidiki oleh Kejati DKI Jakarta. Ia menyebut keterlibatan oknum BUMN dan swasta dalam praktik kolusi sebagai pelanggaran serius terhadap hukum bisnis yang berlaku.
Sekretaris DPW Partai NasDem Kalimantan Timur, Fatimah Asyari, menegaskan bahwa partainya mendukung penegakan hukum dan menjunjung asas praduga tak bersalah. “Kami hormati proses hukum. Informasi resmi belum kami terima, jadi kami tidak bisa berkomentar lebih jauh,” ucapnya.
Terkait sanksi internal, Fatimah menyebut masih menunggu perkembangan dan keputusan hukum final. “Terlalu dini berspekulasi. Kita tunggu prosesnya dulu,” tambahnya.
Subandi mengingatkan seluruh anggota DPRD untuk menjaga integritas lembaga dan tidak menyalahgunakan kewenangan, mengingat kasus ini bisa mencoreng citra DPRD di mata publik.
Perkara ini membuka mata publik terhadap lemahnya pengawasan dalam kerja sama BUMN dan swasta, serta menandai kemungkinan adanya praktik serupa yang perlu diungkap melalui investigasi lebih lanjut.