Sangatta – Kekhawatiran pekerja terhadap sistem Operator Personal Assistance (OPA) yang diterapkan oleh PT PAMA di area kerja PT Kaltim Prima Coal (KPC) menjadi sorotan serius dalam Rapat Pembahasan Dugaan Pelanggaran Normatif Ketenagakerjaan, Kamis (13/11/2025). Bertempat di Ruang Arau, Kantor Bupati Kutim, rapat dihadiri oleh Kepala Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja (Disnakertrans) Kutim Roma Malau, perwakilan manajemen PT PAMA, serta unsur serikat pekerja.
Keluhan pekerja menyangkut penggunaan sistem OPA yang aktif hingga malam hari, dianggap mengganggu waktu istirahat, ruang privasi, dan kondisi psikologis. Pemerintah daerah pun menilai perlunya evaluasi menyeluruh sebelum teknologi ini diterapkan lebih lanjut.
Bupati Kutai Timur, Ardiansyah Sulaiman, menegaskan sikap pemerintah bahwa penerapan teknologi, meski penting, tidak boleh mengorbankan hak dasar pekerja.
“Teknologi memang penting untuk meningkatkan keselamatan dan produktivitas, tetapi tidak boleh digunakan secara gegabah. Kita harus memastikan setiap inovasi tidak malah menghilangkan ruang istirahat pekerja. Mereka manusia, bukan robot yang bisa diawasi tanpa henti,” ujarnya.
Ia juga menyoroti potensi pelanggaran terhadap privasi tenaga kerja, terutama jika teknologi berjalan tanpa henti selama 24 jam.
“Ketika ada teknologi yang berjalan 24 jam, apalagi sampai malam, itu bisa menimbulkan tekanan batin bagi pekerja. Kita tidak boleh membiarkan situasi yang mengganggu keseimbangan mental mereka. Pemerintah harus hadir untuk melindungi masyarakatnya,” lanjut Ardiansyah.
Bupati meminta Disnaker Kutim untuk menelusuri kembali seluruh prosedur penggunaan OPA, termasuk kesesuaiannya dengan Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Ia juga menegaskan komitmen Pemkab Kutim dalam mencegah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang tidak berdasar.
“Sejak jauh-jauh hari saya sudah menegaskan, saya tidak ingin ada PHK di Kutai Timur kecuali perusahaannya benar-benar tutup. Artinya, setiap kebijakan harus hati-hati. Disnaker harus menjadi jembatan antara pekerja dan perusahaan agar tidak terjadi gesekan,” tegasnya.
Ardiansyah menekankan pentingnya komunikasi terbuka antara perusahaan dan tenaga kerja. Menurutnya, sosialisasi terhadap teknologi baru seperti OPA harus dilakukan secara jelas dan menyeluruh agar tidak menimbulkan kecemasan di lapangan.
“Langkah yang paling penting adalah komunikasi. Sebelum sistem baru diterapkan, pekerja harus diberi penjelasan lengkap. Jangan sampai mereka merasa diawasi tanpa tahu alasannya. Itu bisa merusak hubungan industrial,” ujarnya.
Perwakilan manajemen PT PAMA dalam rapat menyatakan kesiapan untuk mengikuti proses evaluasi dan berdialog terbuka dengan para pekerja. Rapat ditutup dengan kesepakatan bahwa pembahasan lanjutan akan dilakukan melalui mekanisme resmi agar solusi yang diambil adil dan proporsional. (ADV).


