Sangatta – Di tengah gema penutupan Pameran Sejarah Islam di Masjid Agung Al-Faruq pada Sabtu (22/11/2025) kemaren, muncul kabar menggembirakan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutai Timur: dua buku sejarah dan kebudayaan sedang dalam proses penyusunan. Langkah ini menjadi bagian dari komitmen pemerintah daerah untuk melestarikan identitas lokal melalui literasi dan dokumentasi yang terstruktur.
Penyusunan dua buku tersebut menjadi tonggak penting dalam mengabadikan memori kolektif Kutai Timur yang selama ini lebih banyak diwariskan secara lisan. Buku pertama akan mengupas secara mendalam masuknya Islam di Kutim, termasuk peran tokoh-tokoh lokal dalam dakwah dan penguatan nilai-nilai keislaman. Buku kedua difokuskan pada ragam seni dan kebudayaan dari berbagai etnis yang membentuk mozaik sosial di wilayah ini.
“Buku pertama akan mengulas bagaimana Islam masuk dan berkembang di Kutim, dari masa dakwah awal hingga peran tokoh lokal. Sementara buku kedua akan membahas beragam seni dan kebudayaan masyarakat dari berbagai etnis yang ada di daerah ini,” kata Padliyansyah, Kepala Bidang Kebudayaan Disdikbud Kutim, saat dikonfirmasi.
Ia menekankan bahwa inisiatif ini muncul dari kebutuhan mendesak untuk menyelamatkan warisan budaya yang rentan hilang di tengah modernisasi. Menurutnya, buku ini tidak hanya berfungsi sebagai dokumentasi, tapi juga akan digunakan sebagai bahan ajar dan muatan lokal di sekolah-sekolah Kutim.
“Kalau kita tidak mulai sekarang, sebagian besar cerita dan tradisi bisa hilang ditelan waktu. Buku ini penting sebagai sumber belajar, bahan muatan lokal, sekaligus dokumen sejarah daerah,” jelasnya.
Dalam proses penyusunannya, tim Disdikbud menggandeng berbagai pihak, termasuk tokoh adat, budayawan, serta menelusuri arsip lama dan artefak sejarah. Pendekatan ini diharapkan mampu menghadirkan narasi yang kaya dan akurat tentang identitas budaya Kutai Timur.
Padliyansyah juga menambahkan bahwa kedua buku ini dirancang sebagai media pembelajaran kontekstual, agar generasi muda dapat mengenal jati diri daerahnya secara lebih dekat. Keanekaragaman budaya dari suku Kutai, Dayak, Jawa, Bugis, Banjar, hingga Toraja akan turut diangkat secara utuh.
Penyusunan buku ini menjadi kelanjutan dari berbagai kegiatan budaya sebelumnya seperti Festival Pesona Budaya Kutim dan pameran sejarah yang telah menunjukkan tingginya antusiasme masyarakat terhadap isu pelestarian budaya.
Dengan diterbitkannya dua buku ini, Pemkab Kutim berharap dapat menyediakan referensi otentik dan berkelanjutan mengenai sejarah serta kebudayaan daerah yang selama ini tercecer dalam berbagai sumber tidak terdokumentasi. (ADV).


