Ads

Dinas Pertanahan Kutim Imbau Warga Tertib Administrasi Tanah, Cegah Sengketa

Sangatta – Dinas Pertanahan Kabupaten Kutai Timur mengingatkan masyarakat agar lebih disiplin dalam mengurus dokumen kepemilikan tanah. Imbauan tersebut kembali ditegaskan karena masih banyak warga yang hanya mengandalkan surat dari desa tanpa memastikan keakuratan data maupun keberlanjutan proses sertifikasi. Kondisi ini kerap menjadi akar persoalan munculnya sengketa tanah di sejumlah kecamatan.

Kepala Dinas Pertanahan Kutai Timur, Simon Salombe, menjelaskan pada Selasa (18/11/2025) bahwa ketidaklengkapan dokumen dan minimnya verifikasi menjadi sumber tumpang tindih lahan yang berulang. Ia menekankan bahwa setiap tanah seyogianya memiliki legalitas awal berupa surat keterangan desa yang kemudian dapat ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN). Menurutnya, tahapan tersebut penting agar kepemilikan lahan memiliki pijakan hukum yang kuat.

“Kami berupaya agar setiap tanah di Kutim memiliki dokumen yang jelas, minimal berupa surat keterangan dari desa. Surat ini nantinya bisa menjadi dasar untuk melanjutkan proses sertifikasi di BPN,” ujar Simon di ruang kerjanya.

Ia mengungkapkan, banyak persoalan pertanahan muncul ketika surat tanah dikeluarkan tanpa pemeriksaan lapangan yang memadai, terutama terkait batas-batas lahan. Pada kasus tertentu, lebih dari satu pihak mengklaim bidang tanah yang sama karena adanya kelalaian dalam penentuan letak maupun luas tanah.

Sebagai langkah pencegahan, Dinas Pertanahan kini mendorong penggunaan titik koordinat dalam proses pengukuran.
“Dengan adanya titik koordinat, kita bisa memastikan keakuratan data. Kalau ada lahan yang sudah disuratkan, otomatis tidak bisa lagi dikeluarkan surat baru untuk lahan tersebut. Ini akan mengurangi potensi tumpang tindih,” tambahnya.

Dalam kesempatan itu, Simon juga menyoroti peran strategis pemerintah desa sebagai pihak yang mengeluarkan surat keterangan penguasaan tanah (SKPT). Meski demikian, ia menegaskan bahwa SKPT bukanlah bukti hak kepemilikan penuh. Surat desa hanya menjadi pengakuan awal yang masih perlu ditindaklanjuti agar memiliki nilai hukum yang lebih kuat.

“Surat dari desa memang diakui negara, tetapi berbeda dengan sertifikat. Sertifikat memberikan jaminan hukum yang lebih kuat dan nilai ekonominya juga lebih tinggi, misalnya jika digunakan sebagai agunan di bank,” jelasnya.

Ia menilai, sebagian masyarakat merasa cukup hanya dengan memiliki SKPT tanpa mengetahui manfaat jangka panjang dari sertifikasi tanah. Hal ini disayangkan karena sertifikat merupakan dokumen sah yang melindungi pemilik dari berbagai risiko sengketa dan memberikan kepastian hukum yang diakui secara nasional.

Lebih jauh, Simon berharap penerapan administrasi yang lebih tertib serta penggunaan titik koordinat dapat menekan potensi konflik pertanahan. Ia menegaskan bahwa ketertiban dokumen tidak hanya melindungi pemilik tanah, tetapi juga memudahkan pemerintah dalam menyusun tata ruang dan pembangunan daerah secara berkelanjutan.

“Kita ingin memastikan bahwa semua tanah di Kutim memiliki legalitas yang jelas, sehingga tidak ada lagi konflik di kemudian hari,” pungkasnya. (ADV).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *