Ketua DPRD Kutim Tegaskan Kampung Sidrap Milik Kutai Timur

Sangatta – Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi, menegaskan bahwa pembangunan dan kesejahteraan di Kampung Sidrap sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, bukan bagian dari tanggung jawab Kota Bontang. Penegasan ini disampaikan usai dirinya mengikuti mediasi tapal batas antara Kutai Timur dan Bontang di Desa Martadinata pada Senin (11/8/2025).

“Oh itu urusan Kutim ya, Bontang punya urusan sendiri, jangan mengurus yang bukan wilayahnya dia, itu aja intinya,” ujar Jimmi dengan nada tegas.

Politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menekankan bahwa penyelesaian persoalan tapal batas harus dilakukan dengan mengedepankan prinsip kekeluargaan, namun tetap berdasarkan pada aturan yang berlaku.

Ia juga mengungkapkan bahwa Pemkab Kutim telah menjalin koordinasi dengan Disdukcapil Kota Bontang guna menertibkan administrasi kependudukan di wilayah yang secara administratif bukan bagian dari Bontang.

“Itu memang komitmen pemerintah daerah Kutai Timur untuk melaksanakan itu, tidak ada kata lain untuk melayani masyarakat. Semenjak 2010 sudah ada APBD sampai saat ini,” terangnya.

Terkait dengan upaya hukum yang diajukan Pemerintah Kota Bontang ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jimmi menjelaskan bahwa gugatan tersebut ditujukan terhadap Undang-undang dan Peraturan Menteri, bukan kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Timur secara langsung.

“Pemerintah Kutai Timur mereka berharap agar direlakan saja pembangunan itu, tapi keputusannya kan tetap ikut pemerintah juga,” tambahnya.

Ia juga merespons permintaan Wali Kota Bontang yang ingin agar Kampung Sidrap diserahkan ke wilayahnya dengan mempertanyakan niat di balik permintaan tersebut.

“Orientasinya apa itu? Apakah yang mau diterima penduduknya atau tanahnya? Dimana-mana kan kota itu sudah jelas ukurannya. Pembangunan alternatif harus vertikal, bukan lagi horizontal. Harusnya berpikir revolusioner seperti itu,” pungkasnya.

Sengketa batas wilayah antara Kutai Timur dan Bontang memang telah lama menjadi polemik. Namun melalui mediasi dan koordinasi yang terus dilakukan, diharapkan ada kejelasan dan solusi yang berpihak pada pelayanan publik serta kepastian hukum bagi warga terdampak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *