Sangatta – Di tengah tantangan penurunan angka stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem, Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kutai Timur menghadirkan dua program unggulan sebagai strategi terobosan. Program tersebut adalah AKSIS (Akademik, Kolaborasi, Penanganan Kemiskinan dan Stunting) dan Sekolah Lansia, yang akan mulai dijalankan pada awal tahun 2026.
Kepala DPPKB Kutim, Achmad Junaidi, menjelaskan bahwa AKSIS dirancang sebagai ruang belajar terpadu lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membedah dan mengintegrasikan program penanganan stunting dan kemiskinan. Program ini akan melibatkan pelatihan bersama dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang menyelaraskan teori dan praktik di lapangan.
“Satu angkatan terdiri dari 30 peserta dari OPD-OPD terkait. Melalui AKSIS, kita akan duduk bersama membedah data dan program masing-masing agar lebih terintegrasi menuju satu tujuan, yaitu percepatan penurunan stunting,” ujar Junaidi, Senin (3/11/2025).
Ia menilai bahwa selama ini banyak program berjalan sendiri-sendiri tanpa sinergi yang kuat. Lewat AKSIS, diharapkan tiap intervensi saling menguatkan, sehingga alokasi anggaran menjadi lebih efisien dan tepat sasaran.
Sementara itu, program Sekolah Lansia akan difokuskan pada pemberdayaan kelompok lanjut usia melalui pendekatan pendidikan non-formal. Program ini mencakup pemeriksaan kesehatan rutin, pelatihan keterampilan, edukasi tentang gizi dan emosi, serta kegiatan fisik seperti senam lansia.
“Harapannya, para lansia tidak hanya menjadi penerima bantuan, tetapi juga subjek pembangunan yang mampu berkontribusi di keluarga dan lingkungan,” tambah Junaidi.
Program ini juga akan diakhiri dengan seremoni wisuda sebagai bentuk apresiasi terhadap komitmen para peserta. DPPKB meyakini bahwa lansia yang sehat dan produktif dapat memperkuat kualitas pengasuhan dalam keluarga dan menciptakan stabilitas sosial.
Untuk memperkuat ketepatan sasaran program, DPPKB memanfaatkan data dari BINA Bangga Kencana BKKBN serta aplikasi Siga Elsimil. Data ini mencakup berbagai indikator kebutuhan dasar seperti rumah layak huni, ketersediaan toilet, hingga penggunaan alat kontrasepsi.
“Dari data itu kita bisa tahu siapa yang membutuhkan rumah layak huni, toilet, air bersih, atau termasuk dalam kelompok rentan,” jelasnya.
Junaidi juga menyoroti pentingnya pendekatan lapangan dalam pelatihan. Ke depan, pelatihan tidak lagi terpusat di hotel, melainkan digelar langsung di kecamatan atau zona masyarakat. Menurutnya, pelatihan langsung ke masyarakat akan membuat hasil lebih konkret dan menyentuh kebutuhan riil warga.
Dalam kesempatan yang sama, Junaidi menekankan pentingnya peran media dalam menyampaikan program pembangunan ke publik.
“Kalau tidak ada yang menulis, tidak ada yang tahu. Tidak pernah membaca berita, akhirnya tidak pernah tahu apa yang sudah dilakukan,” ujarnya.
Ia berharap media di Kutim dapat menjadi mitra kritis sekaligus pendidik yang menghadirkan tulisan-tulisan berkualitas dan berdampak positif.
Junaidi juga mengingatkan agar pejabat publik berani mengalihkan fokus kerja dari seremonial menuju penguatan implementasi di lapangan.
“Kalau setiap hari hanya menghadap bupati, kapan kita kerja? Terlalu sering tampil belum tentu menunjukkan kinerja yang baik,” tegasnya.
Menutup pernyataannya, ia mengajak insan pers untuk terus menjadi jembatan komunikasi antara pemerintah dan masyarakat demi keberhasilan program bersama.
Dengan fondasi data yang kuat, pelatihan kontekstual, dan komunikasi publik yang terarah, DPPKB Kutim optimistis bahwa upaya menurunkan angka stunting dan kemiskinan ekstrem di 2026 akan semakin efektif dan terukur. (ADV).


