Ads

Bupati Resmikan Pameran Sejarah Islam, Kutim Jejakkan Identitas Spiritualitas Lokal

Sangatta – Dalam semilir angin sore yang menyelimuti pelataran Masjid Agung Al-Faruq Sangatta, Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman meresmikan Pameran Miniatur Sejarah Nabi Muhammad SAW dan Penyebaran Islam di Kalimantan Timur, Minggu (16/11/2025). Lebih dari sekadar pajangan, pameran ini menjadi ruang spiritual yang mengajak masyarakat menelusuri jejak sejarah Islam sebagai bagian dari identitas budaya Kutim.

“Pameran ini bukan hanya menampilkan sejarah Nabi Muhammad, tetapi juga sejarah dakwah dan perkembangan Islam di Kalimantan Timur, dan Kutim pada khususnya,” ujar Ardiansyah dalam sambutannya.

Digagas oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kutim, kegiatan ini dirancang untuk memperkuat pemahaman sejarah lokal, khususnya di kalangan generasi muda. Panel-panel informasi yang disajikan menggambarkan bagaimana ajaran Islam masuk ke Kalimantan sejak abad ke-7 hingga ke-10 Masehi melalui jalur perdagangan internasional.

Melalui miniatur, pengunjung diajak memahami bahwa pedagang dari Arab, Persia, Gujarat, hingga Tiongkok berperan penting dalam menyebarkan Islam ke pesisir Kalimantan. Selanjutnya, penyebaran terus berkembang ke wilayah pedalaman melalui jaringan sungai dan darat.

Dalam narasi visual yang ditampilkan, Kesultanan Banjar disebut sebagai pusat dakwah utama pada abad ke-16 yang membawa pengaruh Islam ke wilayah utara Kalimantan, termasuk Paser, Penajam, Kukar, dan akhirnya Kutai Timur.

Pameran ini juga menjabarkan tiga jalur utama persebaran Islam di Kutim, yakni:

  1. Jalur Pesisir Timur – Menghubungkan Banjar ke Sangatta, Bengalon, dan Sangkulirang.
  2. Jalur Sungai Mahakam – Dari Kutai Lama menuju Muara Wahau dan Muara Ancalong.
  3. Jalur Kukar – Menyambungkan pengaruh Islam dari Tenggarong ke wilayah pedalaman Kutim.

Miniatur dan dokumentasi sejarah turut menampilkan keberadaan masjid tua seperti Masjid Jami As-Salam (Bengalon), Masjid Ar-Rahmah (Sangkulirang), dan Masjid At-Taubah (Sangatta Selatan). Tak hanya itu, komunitas Muslim di Sangatta yang tumbuh pesat sejak 1970-an turut menjadi bagian penting dalam peta kebangkitan Islam lokal.

Ardiansyah berharap masyarakat Kutim dapat menjadikan pameran ini sebagai sarana refleksi sejarah dan pemahaman jati diri.

“Menjaga sejarah Islam berarti merawat karakter dan jati diri Kutai Timur,” tegasnya.

Dengan peresmian ini, pelataran Masjid Al-Faruq tidak hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga pusat perenungan sejarah dan identitas spiritual masyarakat Kutim yang terus hidup dari masa ke masa. (ADV).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *